Saturday, January 24, 2009

Five Easy Steps to Writing a Job Description

  1. Bundle Duties: review the list of duties or tasks in the questionnaire. Group similar or related tasks.
  2. Write the purpose of the job: think about what you expect from the position. You might find it useful to review the duties as you write the purpose if you’re having trouble thinking of why the job exists, how it contributes to organizational success.
  3. Determine how to approach accountabilities: might be single statement at beginning of duties or identified with each of the duties.
  4. Assemble the physical requirements for the job using the “translate table” prepared by HR.
  5. Look at the duties and determine the minimum and additional preferred qualifications or requirements.

Labels:

Thursday, November 20, 2008

Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan

Sebelum menganalisis dan menafsirkan suatu laporan keuangan, seorang penganalisa harus mempunyai pengertian yang mendalam tentang bentuk-bentuk maupun prinsip-prinsip penyusunan laporan keuangan serta masalah-masalah yang mungkin timbul dalam penyusunan laporan tersebut. Oleh karena itu dalam bab ini akan dibahas tentang bentuk dan prinsip tiap-tiap macam laporan keuangan.
Neraca
Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Tujuan neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu di mana buku-buku ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir tahun fiskal atau tahun kalender, sehingga neraca sering disebut Balance Sheet. Neraca terdiri dari tiga bagian utama, yaitu aktiva, hutang dan modal.
1. Aktiva
Dalam pengertian aktiva tidak terbatas pada kekayaan perusahaan yang berwujud saja, tetapi juga termasuk pengeluaran-pengeluaran yang belum dialokasikan (deffered charges) atau biaya yang masih harus dialokasikan pada penghasilan yang akan datang, serta aktiva yang tidak berwujud lainnya (intangible assets) misalnya goodwill, hak patent, hak menerbitkan dan sebagainya.
Pada dasarnya aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yaitu aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Aktiva lancar adalah uang kas atau aktiva lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumer dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal). Yang termasuk aktiva lancar yaitu :
• Kas, atau uang tunai yang dapat digunkan untuk membiayai operasi perusahaan.
• Investasi Jangka Pendek (surat-surat berharga atau marketable securities) ; adalah investasi yang sifatnya sementara (jangka pendek) dengan maksud untuk memanfaatkan uang kas yang untuk sementara belum dibutuhkan dalam operasi.
• Piutang Wesel, adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang dinyatakan dalam suatu wesel atau perjanjian yang diatur dalam undang-undang. Penyajian ”Icontingent liability” dalam neraca karena adanya penjualan Piutang Wesel adalah sebagai berikut :

1) Sebagai pengurang Piutang wesel yang dimiliki, misal :
Aktiva lancar :
Kas................................Rp 500.000,-
Surat-surat berharga...............Rp 750.000,-
Piutang wesel……………………………........…..Rp 300.000,-
Piutang wesel yang didiskontokan Rp 100.000,-
Rp 200.000,-

2) Sebagai catatan tambahan (footnote) bahwa perusahaan mempunyai contingent liability dari piutang wesel yang didiskontokan sehingga piutang wesel nampak dalam neraca sebesar Rp 200.000,-
3) Piutang wesel yang didiskontokan nampak dalam kelompok utang sebesar Rp 100.000,- tetapi tidak ikut dijumlahkan; sehingga piutang wesel nampak dalam kelompok aktiva lancar Rp 200.000,-
4) Piutang wesel yang didiskontokan nampak sebagai hutang lancar Rp 100.000,- dan Piutang wesel nampak dalam aktiva lancar sebesar Rp 300.000,-
• Piutang Dagang, adalah tagihan kepada pihak lain (kepada kreditor atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit.
• Persediaan, untuk perusahaan perdagangan yang dimaksud dengan persediaan adalah semua barang-barang yang diperdagangkan yang sampai tanggal neraca masih di gudang/ belum laku dijual. Untuk perusahaan manufaktur, maka persediaan yang dimiliki meliputi : Persediaan Bahan Mentah, Persediaan Barang DalamProses,dan Persediaan Barang Jadi.
• Piutang Penghasilan (Penghasilan yang masih harus diterima), adalah penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan karena perusahaan telah mamberikan jasa/ prestasinya, tetapi belum diterima pembayarannya,sehingga merupakan tagihan.
• Persekot (Biaya Dibayar Dimuka), adalah pengeluaran untuk memperoleh jasa/ prestasi dari pihak lain, tetapi pengeluaran itu belum menjadi biaya atau jasa/ prestasi pihak lain itu belum dinikmati oleh perusahaan pada periode ini melainkan pada periode berikutnya.

Sedangkan yang dimaksud aktiva tidak lancar adalah aktiva yang mempunyai umur kegunaan relatif permanen atau jangka panjang (mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak akan habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan). Yang termasuk aktiva tidak lancar adalah :
• Investasi Jangka Panjang, dapat berupa : 1) saham dari perusahaan lain, obligasi atau pinjaman kepada perusahaan lain ; 2) aktiva tetap yang tidak ada hubungannya dengan usaha perusahaan, ataupun ; 3) dalam bentuk dana-dana yang sudah mempunyai tujuan tertentu. Tujuan investasi atau penanaman ini adalah : 1) untuk dapat mengadakan pengawasan terhadap kebijaksanaan atau kegiatan perusahaan lain ; 2) untuk memperoleh pendapatan yang tetap secara terus menerus ; 3) untuk membentuk suatu dana untuk tujuan-tujuan tertentu ; 4) untuk membina hubungan baik dengan perusahaan lain ; 5) untuk tujuan-tujuan lainnya.
• Aktiva Tetap, adalah kekayaan yang dimiliki perusahaan yang fisiknya nampak (konkrit). Misalnya : tanah, bangunan, mesin, inventaris, kendaraan.
• Aktiva Tetap Tidak Berwujud, adalah kekayaan perusahaan yang secara fisik tidak nampak, tetapi merupakan suatu hak yang mempunyai nilai dan dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan.
• Beban Yang Ditangguhkan, adalah menunjukkan adanya pengeluaran atau biaya yang mempunyai manfaat jangka panjang (lebih dari satu tahun), atau suatu pengeluaran yang akan dibebankan juga pada periode-periode berikutnya.
• Aktiva Lain-Lain, adalah menunjukkan kekayaan atau aktiva perusahaan yang tidak dapat atau belum dapat dimasukkan dalam klasifikasi-klasifikasi sebelumnya, misalnya : gedung dalam proses, tanah dalam penyelesaian, piutang jangka panjang, dsb.

2. Hutang
Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Hutang dibedakan menjadi hutang lancar (hutang jangka pendek) dan hutang jangka panjang.
Hutang lancar meliputi :
• Hutang Dagang, adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan secara kredit.
• Hutang Wesel, adalah hutang yang disertai dengan janji tertulis (yang diatur dengan UU) untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu di masa yang akan datang.
• Hutang Pajak, baik pajak untuk perusahaan yang bersangkutan maupun pajak pendapatan karyawan yang belum disetorkan ke kas negara.
• Biaya yang masih harus dibayar, adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
• Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo, adalah sebagian (seluruh) hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayarannya.
• Penghasilan yang diterima dimuka, adalah penerimaan uang untuk penjualan barang/ jasa yang belum direalisir.

Hutang jangka panjang, adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) masih jangka panjang (lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca), yang meliputi :
• Hutang Obligasi
• Hutang Hipotik (hutang yang dijamin dengan aktiva tetap tertentu)
• Pinjaman jangka panjang yang lain.

Kreditor suatu perusahaan pada dasarnya dapat dikategorikan atau diklasifikasikan menjadi 3 golongan yaitu :
• Kreditor yang terjamin (secured creditor), yaitu kreditor yang dijamin dengan suatu aktiva tertentu sebagai pembayarannya, dan besarnya jaminan ini bisa sama atau lebih besar daripada jumlah pinjamannya.

• Kreditor yang terjamin sebagian (partly secured creditor), yaitu kreditor yang dijamin dengan suatu aktiva tertentu sebagai pembayarannya, tetapi besarnya jaminan lebih rendah dari jumlah pinjamannya.

• Kreditor tanpa suatu jaminan apapun dalam pembayarannya (unsecured creditor), kreditor ini terbagi dalam kreditor yang mendapat prioritas dalam pembayarannya dan kreditor umum, kreditor yang mendapat prioritas ini misalnya buruh (terhadap gaji yang belum dibayar).

3. Modal
Adalah merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditahan. Atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya.
Di dalam neraca sering muncul suatu klasifikasi dengan nama Reserve (cadangan) yang membingungkan pembaca.seharusnya cadangan ini diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi neraca yaitu : aktiva, hutang, dan milik sendiri (modal), sehingga cadangan pada prinsipnya juga terdiri dari 3 golongan yaitu :
1. Cadangan sebagai pengurang aktiva. Biasa dikenal dengan akumulasi penyusutan atau akumulasi depresiasi, sehingga dalam neraca nampak di sebelah debet mengurangi aktiva yang bersangkutan.
2. Cadangan sebagai hutang, misanya cadangan untuk pajak, merupakan suatu hutang yang dicatat sebagai cadangan. Ini tidak benar, seharusnya cadangan untuk pajak ini dimasukkan dalam hutang lancar, yaitu hutang pajak atau taksiran hutang pajak.
3. Cadangan yang merupakan surplus, yang benar-benar merupakan hak para pemilik perusahaan, misalnya ”cadangan untuk expansi” adalah merupakan pemisahan sebagian dari laba yang ditahan, dan dalam neraca masuk dalam klasifikasi modal.

Labels:

Financial Report

Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4

Arti Pentingnya Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses Akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.

Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan suatu perusahaan adalah : para pemilik perusahaan, manajer perusahaan yang bersangkutan, para kreditur, bankers, para investor dan pemerintah dimana perusahaan tersebut berdomisili, buruh serta pihak-pihak lainnya lagi.

Laporan keuangan akan dapat digunakan oleh manajemen untuk :

1. Mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan.

2. Untuk menentukan/ mengukur efisiensi tiap-tiap bagian, proses, atau produksi serta untuk menentukan derajad keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.

3. Untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap individu yang telah diserahi wewenang dan tanggung jawab.

4. Untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Dalam hubungannya dengan analisa laporan keuangan tersebut, manajer merupakan ”orang dalam”, yang dapat menggunakan data keuangan apapun yang ada di dalam perusahaan, dan hasil analisanya sepenuhnya untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, analisa yang dilakukan oleh manajemen tersebut disebut “analisa intern”.

Pengertian Laporan Keuangan

Akuntansi adalah seni daripada pencatatan, penggolongan, dan peringkasan daripada peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang setidak-tidaknya sebagian bersifat keuangan dengan cara yang setepat-tepatnya dan dengan petunjuk atau dinyatakan dalam uang, serta penafsiran terhadap hal-hal yang timbul daripadanya..

Menurut Meyer dalam bukunya Financial Statement Analysis mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah :

“Dua daftar yang disusun oleh Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi-laba. Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tak dibagikan (laba yang ditahan)”.

Pada umumnya laporan keuangan itu terdiri dari Neraca dan perhitungan Rugi-laba serta Laporan Perubahan Modal, dimana Neraca menunjukkan/ menggambarkan jumlah aktiva, hutang dan modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu, sedangkan perhitungan (laporan) Rugi-Laba memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya yang terjadi selama periode tertentu.

Untuk perusahaan besar yang banyak pemegang sahamnya, maka disamping laporan keuangan (finansiil) termaksud di atas sebaiknya ditambah keterangan-keterangan tentang :

- Kondisi dan factor-faktor ekonomi yang mempengaruhi

- Usaha-usaha yang lalu, sekarang, maupun yang akan datang

- Luasnya produksi

- Kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan

- Penelitian dan pengembangan

- Marketing dan advertising

- Rencana-rencana dalam belanja modal dan pembelanjaan di masa-masa yang akan datang

- Kebijaksanaan mengenai deviden dan sebagainya.

Sifat Laporan Keuangan

Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (Progress Report) secara periodic yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan adalah bersifat histories serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi antara :

1. Fakta yang telah dicatat (recorded fact)

2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam Akuntansi (accounting convention and postulate)

3. Pendapat pribadi (personal judgment)

Disamping itu di dalam akuntansi juga digunakan prinsip atau anggapan-anggapan yang melengkapi konvensi-konvensi atau kebiasaan yang digunakan antara lain :

a. Perusahaan akan tetap berjalan sebagai suatu yang going concern,

b. Daya beli dari uang dianggap tetap, stabil atau konstan,

c. Anggapan-anggapan lain yaitu : konsep konservatif, konsep biaya unit pengukur, konsistensi, dan lain sebagainya.

Keterbatasan Laporan Keuangan

1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodic pada dasarnya merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan merupakan laporan yang final.

2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusunannya dengan standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah.

3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu.

4. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai factor yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan satuan uang (dikwantifisir), misalnya reputasi dan prestasi perusahaan.

Perlunya Pemeriksaan oleh Akuntan Umum

Suatu laporan keuangan yang sudah diperiksa (diaudit) oleh Akuntan Umum lebih penting, karena laporan tersebut telah dibandingkan atau dicocokkan dengan catatan-catatan akuntansinya oleh akuntan yang bebas (independent) terhadap manajemen perusahaan.

Labels:

Monday, November 17, 2008

Obtaining Control

Control of another company may be archived by either acquiring the assets of the target company or acquiring a controlling interest in the target company’s voting common stock. In an acquisition of assets, all of the company’s assets are acquired directly from the company. In most cases, existing liabilities of the acquired company also are assumed. When assets are acquired and liabilities are assumed, we refer to the transaction as an acquisition of “net assets.” Payment could be made in cash, exchanged property, or issuance of either debt or equity securities. It is common to issue securities, since this avoids depleting cash or other assets that may be needed in future operations. Legally, a statutory consolidation refers to the combining of two or more previously independent legal entities into one new legal entity. The previous companies are dissolved and are then replaced by a single continuing company. A statutory merger refers to the absorption of one or more former legal entities by another company that continues as the sole surviving legal entity. The absorbed company ceases to exist as a legal entity but may continue as a division of the surviving company.
In a stock acquisition, a controlling interest (typically, more than 50%) of another company’s voting common stock is acquired. The company making the acquisition is termed the parent, and the company acquired is termed a subsidiary. Both the parent and the subsidiary remain separate legal entities and maintain their own financial records and statements. However, for external financial reporting purposes, the company usually will combine their individual financial statements into a single set of consolidated statements. Thus, a consolidation may refer to a statutory combination or, more commonly, to the consolidated statements of a parent and its subsidiary.
There may be several advantages to obtaining control by purchasing a controlling interest in stock. Most obvious is that the total cost is lower, since only a controlling interest in the assets, and not the total assets, must be acquired. In addition, control through stock ownership may be simpler to achieve, since no formal negotiations or transactions with the acquired company’s man agreement are necessary. Further advantages may result from maintaining the separate legal identity of the former company. First at all, risk is lowered because the legal liability of any one corporation is limited to its own assets. Secondly, separate legal entities may be desirable when only one if the company is subject to government control. Lastly, there may be tax advantages resulting from the preservation of the legal entities.
Stock acquisition are said to be “friendly” when the stockholders of the target corporation, as a group, decide to sell or exchange their shares. In such a case, an offer may be made to the board of directors by the acquiring company. If the directors approve, they will recommend acceptance of the offer to the shareholders, who are likely to approve the transaction. Often, a two-thirds vote is required. Once approval is gained, the exchange of shares will be made with the individual shareholders. If the shareholders decline the offer, or if no offer is made, the acquiring company may deal directly with individual shareholders in an attempt to secure a controlling interest. Frequently, the acquiring company may make a formal tender offer. The tender offer typically will be published in newspapers and will offer a greater-than-market price for shares made available by a stated date. The acquiring company may reserve the right to withdraw the offer if an insufficient number of shares are made available to it. Where management and/or a significant number of shareholders oppose the purchase of the company by the intended buyer, the acquisition is viewed as hostile. Unfriendly offers are so common that several standards defensive mechanisms are evolved. Following are the common terms used to describe the defensive moves:
Greenmail. The target company may pay a premium price (“greenmail”) to purchase treasury shares. It may either buy shares already owned by a potential acquiring company or purchase shares from current owner who, it is feared, would sell to the acquiring company. The price paid for these shares in excess of their market price may not be deducted from stockholder’s equity; instead, it is expensed.
White Knight. The target company locates a different company to acquire a controlling interest. This could occur when the original acquiring company is in a similar industry and it is feared that current management of the target company would be displaced. The replacement acquiring company, the “white knight,” might be in a different industry and could be expected to keep current management intact.
Poison Pill. The “poison pill” involves the issuance of stock rights to existing shareholders to purchase additional shares at a price far below fair value. However, the rights are exercisable only when an acquiring company purchases or makes a bid to purchase a stated number of shares. The effect of the options is to substantially raise the cost to the acquiring company. If the attempt fails, there is at least a greater gain for the original shareholders.
Selling the Crown Jewels. This approach has the management of the target company selling vital assets (the “crown jewels”) of the target company to others to make the company less attractive to the acquiring company.
Leveraged Buyouts. The management of the existing target company attempts to purchase a controlling interest in that company. Often, substantial debt will be incurred to raise the funds needed to purchase the stock, hence the term “leveraged buyout.” When bonds are sold to provide this financing, the bonds may be referred to as “junk bonds,” since they are often high-interest and high-risk due to the high debt-to-equity ratio of the resulting corporation.
Further protection against takeovers is offered by federal and state law. The Clayton Act of 1914 (section 7) is a federal law that prohibits business combination in which “the effect of such acquisition may be substantially to lessen competition or to tend to create a monopoly.” The Williams Act of 1968 is a federal law that regulates tender offers; it is enforced by the SEC. Several states also have enacted laws to discourage hostile takeovers. These laws are motivated, in part, by the fear of losing employment and taxes.

Accounting Ramifications of Control
When control is achieved through an asset acquisition, the acquiring company records on its books the assets and assumed liabilities of the acquired company. From the acquisition date on, all transactions of both the acquiring and acquired company are recorded in one combined set of accounts.
The only new skill one needs to master is the proper recording of the acquisition when it occurs. Once the initial acquisition is properly recorded, subsequent accounting procedures are the same as for any single accounting entity. Combined statements of the new, larger company for periods following the combination are automatic.
Accounting procedures are more involved when control is achieved through a stock acquisition. The controlling company, the parent, will record only an investment account to reflect its interest in the controlled company, the subsidiary. Both the parent and the subsidiary remain separate legal entities with their own separate sets of accounts and separate financial statements. Accounting theory holds that where one company has effective control over another, there is only one economic entity, and there should be only one set of financial statements that combines the activities of the entities under common control. The accountant will prepare a worksheet, referred to as the consolidated worksheet, that starts with the separate accounts of the parent and the subsidiary. Various adjustments and eliminations will be made on this worksheet to merge the separate accounts of the two companies into a single set of financial statements, which are called consolidated statements.
This chapter discusses business combination resulting from asset acquisitions, since the accounting principles are more easily understood in this context. The principles developed are applied directly to stock acquisitions that are presented in the chapters that follow.

Labels:

Purchase Versus Pooling

Prior to the issuance of FASB Statement No. 141, in 2001, there were two methods available to record the acquisition of a company. The primary method, applicable to most acquisitions, was the purchase method. Purchase accounting recorded all assets and liabilities at their estimated fair values. When the price exceeded the sum of the fair values for individual, identifiable assets, the excess was attributed to goodwill. Prior to July 2001, goodwill was amortized up to 40 years. With the issuance of FASB Statement No. 142, goodwill is no longer amortized. It is now tested for, and, if necessary, adjusted for impairment. Under the pooling method, all assets and liabilities were transferred to the acquiring company at existing book values, and no goodwill could be created. Purchase and pooling were not meant to be alternative methods available for any acquisition. It was intended that pooling would apply only to a “merger of equals.” Toward this objective, in 1970, APB Opinion No. 16 restricted the use of pooling to transactions that met a strict set of criteria, which are covered in detail in Appendix B at the end of this chapter. The most important of the criteria required that 90% of the acquired firm’s common stock shares be received in exchange for the acquiring company’s common stock. All shareholders had to be treated equally in the distribution of shares. Over time, many business combinations were “managed” so that they would meet the pooling criteria. This meant that the acquiring company would receive the more favorable accounting treatment. Several perceived advantages led firms to try to use the pooling method. Below is a summary of the major differences between pooling and purchases.

Difference in Accounting

Asset valuation: Under purchase accounting, assets are recorded at fair value, and goodwill may be recorded. Under pooling, assets were recorded at existing book value (which is generally lower than fair value), and no goodwill was created.

Current-year income: Under purchase accounting, the acquired firm’s income is added to the acquiring firm’s income statement starting on the purchase date. Under pooling, the acquired firm’s income was added as of the first day of the reporting period (no matter when the acquisition occurs).

Retained earnings: In a purchase, the acquired firm’s retained earnings cannot be added to that of the purchasing company. Under pooling, the retained earnings of the acquired firm were added to that of the acquiring firm (with some rare exceptions).

Direct acquisition costs: In a purchase, these costs are added to the cost of the company purchased. They are typically included in goodwill, which used to increase goodwill amortization in later periods. Now these costs could increase impairment losses in future periods. In a pooling, these costs were expensed in the period of the purchase.

Total equity: In a purchase, the fair value of the shares issued to pay for the purchase must be added to the equity of the acquiring firm. In a pooling, the book value of the acquired firm’s equity was assigned to the shares issued by the acquiring firm.


Pooling Advantage

  • Reported income is higher because depreciation expense is lower and there was no new goodwill amortization. (Goodwill was amortized over 40 years or less prior to FASB Statement No. 142.)
  • Return on assets is greater as a higher income is divided by a lower asset base.
  • Assuming that the acquired firm is profitable, the acquiring firm was able to include the acquired firm’s income, along with its own, for the entire year even if the pooling occurred on the last day of the reporting period.
  • There was an instant increase in retained earnings, which made prior periods look more profitable.
  • Prior-year income statements were retroactively combined; thus, the acquiring firm “pulled in” the income of the acquired firm in its prior-year statements.
  • Income could have been higher in later periods, since there was no amortization of these costs. However, pooling income was decreased in the period of the acquisition, since these costs were expensed in the period of acquisition.
  • Total equity was usually lower. Return on equity was greater, since a higher income was divided by a lower equity amount.
The financial statement advantages incurred by the pooling method and the increased “gaming” to use the pooling method led to its elimination in July 2001 with the issuance of FASB Statement No. 141. The FASB held that fair values should be used in all combinations. The lack of comparability due to financial statement distortions, which resulted from companies using alternative methods, could no longer be tolerated. Even before the statement was issued, companies were reluctant to use pooling. In the fall of 1999, Tyco International was criticized for stimulating earnings growth through the use of the pooling method. This precipitated a significant decline in the value of Tyco’s shares. Tyco later announced that it would no longer acquire companies as a pooling of interests. Some foreign countries still allow the use of the pooling method when similar-size firms combine; it is difficult to determine the buyer versus the seller in such cases. There were, of course, many combinations in the United States, prior to July 2001, that used the pooling method. Additional information about pooling of interests is covered in Appendix B of this chapter. Those who desire a complete knowledge of former pooling procedures should obtain a copy of the 7th edition of this text.

Labels:

HUTANG JANGKA PENDEK ( HUTANG LANCAR )


PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK HUTANG
  1. Untuk dapat dikatakan hutang, kriteria yang harus dipenuhi:
  2. Kewajiban itu ada dan merupakan transaksi di masa lalu
  3. Ada kewajiban untuk menyertakan aktiva yang dapat diterima oleh yang bersangkutan di masa yang akan datang
  4. Kewajiban itu dapat diukur / dinyatakan dalam satuan mata uang dengan jumlah yang pasti atau dapat ditaksir jumlahnya
  5. Kreditur dan tanggal jatuh tempo dapat diketahui atau ditentukan
  6. Tidak ada hak untuk membatalkan atau melepaskan diri dari hutang tersebut

HUTANG LANCAR
Hutang lancar adalah kewajiban-kewajiban yang akan diselesaikan pembayarannya dengan menggunakan sumber-sumber ekonomi yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar atau dengan menciptakan utang yang baru
Penggolongan utang lancar :
a) Hutang yang jumlahnya dapat ditentukan secara pasti
b) Hutang yang jumlahnya ditaksir
c) Hutang bersyarat

A. HUTANG YANG JUMLAHNYA DAPAT DITENTUKAN SECARA PASTI

Meliputi semua kewajiban untuk membayar yang jumlah dan tanggal jatuh tempo sudaj pasti. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah :

Hutang Dagang

Yaitu hutang yang timbul dari kegiatan ekonomi perusahaan yang berulang-ulang. Hutang dagang terjadi karena perbedaan waktu yang timbul antara penyerahan barang dan jasa dengan pembayarannya(disebut dengan jangka waktu kredit) yang biasanya dinyatakan dengan syarat pembayaran seperti 2/10, n/30.

Pada dasarnya hutang dicatat pada saat terjadi penyerahan hak milik dari penjual kepada pembeli. Tetapi dalam praktek, hutang dicatat pada saat faktur diterima atau barang-barang diserahkan dengan alasan kepraktisan.

Wesel Bayar
Adalah hutang yang didukung dengan surat pengakuan hutang atau surat pernyataan kesanggupan membayar. Yang termasuk dalam hutang wesel :

a) Wesel yang dibuat dalam rangka kegiatan normal perusahaan
Adakalanya pemasok menghendaki adanya janji tertulis atas timbulnya utang, sehingga perlu diterbitkan wesel. Jika terdapat bunga yang harus diperhitungkan, pencatatan harus dipisahkan antara wesel bayar sebagai utang dan unsur bunga sebagai biaya.

b) Pinjaman yang disertai wesel
Adalah hutang yang timbul dari transaksi pinjaman antara perusahaan dengan bank atau lembaga-lembaga keuangan non bank. Jika dalam pinjaman ini terdapat bunga, maka pencatatan bunga juga harus dipisahkan dari pinjamannya.

c) Hutang wesel jangka panjang yang segera jatuh tempo
Hutang wesel jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu tahun sejak tanggal neraca harus disajikan sebagai hutang lancar. Bila hanya sebagian hutang wesel jangka panjang saja yang jatuh tempo, maka sebesar bagian hutang tersebut harus dilaporkan sebagai hutang lancar dan sebagian lain yang belum jatuh tempo tetap disajikan dalam hutang wesel jangka panjang.

Hutang Deviden
Hutang deviden adalah jumlah uang yang harus dibayar perusahaan kepada pemegang saham akibat adanya pengumuman pembagian deviden. Pada umumnya, pembayaran atas deviden yang telah diumumkan akan dilakukan segera setelah tanggal pengumumannya. Oleh karena itu, hutang deviden termasuk dalam hutang lancar.

Uang Muka dan Jaminan yang dapat diminta kembali
Uang muka (Down Payment) disini merupakan pembayaran dimuka untuk barang-barang yang dipesan. Sebelum barang yang dipesan diserahkan kepada pembeli, uang muka tersebut merupakan hutang jangka pendek. Jaminan yang diminta dari pelanggan/konsumen juga merupakan hutang jangka pendek karena dapat ditarik sewaktu-waktu.

Pungutan dan Pengumpulan dana untuk Pihak Lain
Perusahaan biasanya ditunjuk sebagai wajib pungut atas pajak yang merupakan kewajiban bagi karyawan dan langganan kepada pihak ketiga (kantor pajak). Dana tersebut pada akhirnya harus diserahkan ke kantor pajak sehingga dana yang belum disetorkan diklasifikasikan sebagai hutang lancar.

Hutang Biaya (Biaya yang masih harus dibayar)
Adalah keharusan untuk mengakui adanya biaya-biaya yang manfaatnya sudah dinikmati dalam suatu periode, meskipun biaya tersebut belum dibayar. Penyajian hutang biaya dalam neraca disajikan dalam rekening biaya yang masih harus dibayar. Meskipun demikian, rekening-rekening pembukuan untuk biaya-biaya yang masih terhutang Hutang Gaji dan Upah, Hutang Sewa, Hutang Pajak tetap diselenggarakan.

Pendapatan diterima Dimuka
Adalah penghasilan dari penjualan barang atau penyerahan jasa yang diterimanya telah terjadi dimuka sebelum transaksi penjualan atau penyerahan jasa berlangsung. Contoh : uang muka yang diterima untuk langganan majalah / surat kabar.

Hutang Bonus (Untuk Karyawan)
Bonus yang diberikan kepada karyawan biasanya didasarkan atas gaji dan upah pokok. Adakalanya bonus yang diberikan kepada karyawan didasarkan atas laba yang diperoleh perusahaan. Perhitungan bisa dilakukan dengan cara :
a) Laba sebelum pajak dan bonus
b) Laba sesudah bonus tapi sebelum pajak
c) Laba bersih setelah bonus dan pajak

Hutang Gaji dan Upah
Jumlah yang masih akan dibayar untuk gaji dan upah. Jurnal untuk mencatat utang gaji dan upah :
Gaji dan Upah xxx
Utang Gaji dan Upah xxx


B. HUTANG YANG JUMLAHNYA DITAKSIR
Ada beberapa jenis hutang yang jumlahnya secara pasti tidak bisa ditentukan, meskipun peristiwa atau transaksi yang menyebabkan timbulnya hutang sudah terjadi. Contoh : hutang garansi, hadiah yang diberikan atas produk yang dijual. Meskipun harian dari garansi belum dapat dipastikan dalam jumlah maupun tanggalnya, tetapi adanya kewajiban bagi perusahaan sudah jelas dan pasti, oleh karena itu harus diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan.

Hutang Pajak Penghasilan
Penaksiran pajak penghasilan biasanya dihitung berdasarkan laba yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan dikalikan dengan rtariff pajak. Jurnal pencatatan :
Pajak Penghasilan xxx
Hutang Pajak Penghasilan xxx

Hutang Hadiah yang Beredar
Perusahaan kadang-kadang menawarkan hadian untuk penjualan produk-produk tertentu. Hadiah bisa diberikan secara langsung atau terbatas pada pembeli yang menyerahkan kupon. Hadiah ini merupakan biaya untuk periode dimana penjualan barang-barang tersebut terjadi. Kupon hadiah yang masih dalam peredaran merupakan hutang yang harus dicatat pada saat transaksi penjualan dan dicatat sebagai berikut :

Hutang Garansi atas Produk yang Dijual
Garansi merupakan jaminan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli untuk memperbaiki/melengkapi kekurangan akan kuantitas, kualitas dari produk yang dijual. Garansi biasanya diberikan dalam bentuk :
a) Perawatan gratis
b) Penggantian kompoen atau bagian produk yang rusak
c) Pengembalian uang atas harga yang dibayar pembeli

C. HUTANG BERSYARAT
Adalah kewajiban-kewajiban yang kepastian akan jumlah atau pihak kepada siapa kewajiban itu harus dibayar atau tanggal jatuh tempo pembayaran atau eksistensinya tergantung pada terjadi atau tidaknya salah satu atau lebih peristiwa yang akan datang. Sebenarnya, hutang bersyarat bukan merupakan hutang yang sah pada tanggal neraca sehingga dari segi akuntansi hutang bersyarat bukan merupakan hutang yang sesungguhnya dan tidak seharusnya dilaporkan dalam laporan keuangan. Namun sebagai kewajiban yang kemingkinan akan terjadi hutang bersyarat disajikan dalam catatan, footnote dalam neraca, contoh hutang bersyarat :
a) Piutang Dagang yang digadaikan
b) Piutang wesel yang didiskontokan
c) Endosement atas wesel
d) Adanya sengketa hukum
e) Adanya kemungkinan, perusahaan diwajibkan untuk menyetor tambahan atas beban pajak atau denda
f) Adanya keterikatan dengan kontrak/perjanjian
g) Pembelian aktiva tetap dan atau pembangunan aktiva tetap berdasarkan kontrak

Labels:

Wednesday, November 5, 2008

Economic Advantages of Combinations

Business combination. ys are typically viewed as a way to jump-start economies of scale. Saving may result from the elimination of duplicative assets. Perhaps both companies will utilize common facilities and share fixed costs. There may be further economies as one management team replaces two separates sets of managers. It may be possible to better coordinate production, marketing and administrative actions.
Horizontal combinations involve those where competitors serving similiar functions hope to economize by combining those functions, such as the SBC acquisition of Ameritech Corporation. The following comments from the 1999 Annual Report of SBC Communications Inc. refer to its acquisition of Ameritech Corporation :

We grew our customer vase significantly through the acquisition of Ameritech Corporation, wich made us the local communications provider to about 53 million American homes and business. Being the incumbent provider is a huge advantage in a marketplace where customers invreasingly look to one company to provide all their communications needs. This much larger customer base give us the scope to achieve significant merger synergies and expand to 40 new major US markets within the next two years.

Vertical combination
are the combinations of companies that were at different levels within the marketing chain. An example would be the acquisition of a food distribution company by a restaurant chain. The intended benefit of the vertical combination is the closer coordination of different levels of activity in a given industry. Recently, manufacturers have purchased retail dealers to control the distributin of their products. For example, the major automakers have been actively acquiring auto dealerships.

Conglomeratesi are combinations of dissimilar business. A company may want to diversify by entering a new industry. The purchase of Nabisco Holdings Corporations, a food product company, by Philip Morris, a tobacco company, was just such a diversification.

Tax Advantages of Combinations

Perhaps the most universal economic benefit in business combinations is a possible tax advantage. The owners of a small business, whether sole, proprietors, partners, or shareholders, may wish to retire from active management of the company. If they were to sell their interest to cash or accept debt instruments, they would have an immediate taxable gain. if, however, they accept the common stock of another corporation in exchange for their interest and carefully craft the transaction as a "tax-free reorganization," they may account for the transaction as a tax-free exchange. No taxes are paid until the shareholders sell the share received in the business combination. The shareholders records the share received (for tax purposes) at the book value of the sahres exchanged for the new shares. For example, SBC Communications Inc. informed Ameritech investors that they would receive 1.136 SBC shares per share of Ameritech stock owned. The SBC Website (http://www.sbc.com/Investor/Shareholder/AIT) has information that explains the tax-free nature of the exchange to Ameritech stockholders and helps them to calculate their new cost basis.

The further tax advantages exist when the target company has reported losses on its tax returns in prior periods. Internal Revenue Code provides that operating losses can be carried back two years to obtain a refund of taxes paid in previous years. Should the loss not be offset by income, this eliminating or reducing income taxes that would otherwise be payable. These loss maneuvers have little or no value to a target company that has no had income in the two perior years and does not expect profitable operations in the near future. However, tax losses are transferable in a business combinations. To an acquiring company that has a profit in the current year and/or expects profitable periods in the future, the tax losses of a target company may have real value. That value, viewed as an asset by the acquiring company, will be reflected in the price paid. However, the acquiring company must exercise cautions anticipating the benefits of tax loss carryovers. The realization of the tax benefits may be denied if it can be shown that the primary motivations for the combination was the transfer of the loss benefit.

A tax benefit may also be available in a subsequent period as a single consolidated tax return is filed by a single remaining corporation. The losses of one of the affiliated companies can be used to offset the net income of another affiliated company to lessen the taxes that would otherwise be paid by the profitable company. in some cases, it may be disadvantageous to file as a consolidated company. Companies with low incomes may fare better by being taxed separately due to the progressive income tax rate structure. The marginal tax rate of each company mat be lower than that resulting when the incomes of the two companies are combined.

Labels: